Rabu, 18 November 2015

Motivasi dan Review film 3 Idiots

Kelompok Kamboja
Ami NurDianah
DindaKhairunissa
KhairunnisaFadhilah 
Ni KomangIntan D.M 
Oktavia Sabiela 

I.     Pendahuluan
3 Idiots
3 idiots menceritakan sebuah kisah persahabatan 3 orang mahasiswa teknik mesin diIndia yang memulai jenjang kuliahnya di universitas nomor 1 di negerinya. dikisahkan 3 orang ini bernama Rancho, Farhan, dan Raju. Mereka adalah teman satu kamar di asramanya semenjak hari pertama menjejakkan kaki di universitas tersebut. Farhan dan Raju adalah mahasiswa biasa yang nilainya pun pas-pasan.
Sedangkan dikisahkan seorang Rancho adalah seorang mahasiswa yang jenius dan selalu mengaplikasikan ilmu yang telah dia dapat sebelum maupun saat dia pelajari sewaktu kuliahnya. Mereka menjalani hidup sebagai mahasiswa dan memiliki ikatan persahabatan yang kuat, hingga akhirnya dalam sebuah perjalannya mereka bertemu dengan Pia. Pia, adalah seorang mahasiswi kedokteran yang selidik punya selidik adalah anak dari rektor universitasketiga sahabat ini.
Sejak awal, sang rektor, yang mendapat julukan “Virus” darimahasiswanya merupakan dosen yang sangat kaku, kejam, intolerir, namun pintar. Dalam sebuah kesempatan, Rancho, mengkritik sistem pengajaran yang dilakukan di dalamkampusnya. Mr. Viru tidak terima dengan kritikan Rancho, dan sejak saat itu, sang rektoryang bergelar “Virus” menjadi peranantagonis dalam film ini.
Sebuah kritik yang dilontarkan Rancho adalah bahwa universitas ICE (Imperial College Engineering) yang dia dan kawan - kawannya dialami hanya menghasilkan insinyur -insinyur yang hanya pintar bicara, tidak ada topik mengenai penemuan baru tiap harinya, tidak ada penemuan baru yang dihasilkannya tiap tahun, dan metode pengajaran yang mengarahkan mahasiswanya untuk mendapatkan nilai sangat bagus, namun belum tentu bisa mengaplikasinya ilmunya tersebut. Bahkan hanya menghasilkan lulusan yang nantinya bekerja pada perusahaan asing, dengan gaji besar, namun tidak memajukan bangsanya sendiri.
Universitas bukan mengajarkan ilmu yang aplikatif namun mengajarkan bagaimana mendapatkan nilai yang bagus. Rancho selalu berkata pada 2 sahabatnya, Farhan dan Raju untuk selalu menjadi diri sendiri, tidak atas dasar paksaan dari orang lain. karena kebahagian datang saat kita menikmati setiap langkah yang kita ambil, kemudian kesuksesan akan menjadi ekses dari langkah kita tersebut.
Dalam mengkritik sistem yang kaku di tempat diakuliah, Rancho, Farhan, dan Raju mengalami berbagai asam manisnya kehidupan menjadi mahasiswa. Tawa dan tangis selalu mereka lewati bersama, hingga akhirnya diceitakan mereka pun lulus kuliah dengan Rancho sebagai mahasiswa terbaik di kampus tersebut.Farhan akhirnya menjadi seorang fotografer profesional, meninggalkan dunia teknik, Raju menjadi salah satu direktur perusahaan asing di India, dan satu lagi kawannya bernama Chatur yang sebelumnya tidak disebutkan (dia adalah saingan Rancho untuk mencapai peringkat mahasiswa terbaik di ICE) menjadi seorang pengusaha sukses yang punya Mobil Lamborghini. 
Namun, selepas mereka lulus kuliah, Farhan, Raju, dan Pia tidak pernah mendengar kabar mengenai Rancho. Diceritakan di masa depan, akhirnya Farhan, Raju, Pia, dan ditemani Chatur mencari kabar Rancho hingga melintasi dataran India. Mereka akhirnya tiba di sebuah rumah mewah, seperti istana, dan mereka menemukan Rancho. Tapi, saat bertemu,itu bukan Rancho yang mereka kenal saat mereka kuliah dulu. Rancho berubah..dan ternyata bukan Ranco yang mereka kenal, melainkan Rancho asli dan Rancho yang mereka kenal ternyata tidak berada disini, dan ternyata kawan mereka hanyalah anak dari seorang pembantu yang hanya butuh belajar, namun tak butuh ijazah.
Mereka berbicara dengan Rancho yang asli ternyata kawan mereka ini berada di luar negeri. Dan setelah mereka mencari dan akhirnya bertemu dan Chatur tertawa saat melihat rancho hanya menjadi guru biasa saja, namun pada saat dia tertawa terbahak-bahak dia kaget saat menerima telpon dari bos besarnya dan ternyata bos besarnya adalah Phungshuk Wangduyang mereka kenal sebagai Rancho Chanchad.

II.    Landasan Teori

A.    Motivasi
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku (Santrock, 2010).
Motivasi belajar menurut Hamzah Uno (dalam Sumantri, 2015) adalah dorongan dan kekatan dalam diri seseorang untnuk melakukan tujuan tertentu yang ingin dicapainya.
Motivasi belajar menurut Sardiman, Ridwan (dalam Aritonang, 2008) adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar mengajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi belajar (dalam Sumantri, 2015) adalah daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang yang bersifat instrinsik maupun ekstrinsik yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, memberi arah dan menjamin kelangsungan belajar serta berperan dalam hal pertumbuhan beberapa sifat positif, seperti kegairahan, rasa senang belajar, sehingga menambah pengetahuan dan keterampilan.
Motivasi belajar menurut Winkel (dalam Sumantri, 2015) adalah memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar.

Terdapat empat perspektif dalam motivasi :
a.      Perspektif Behavioral
menekankan kepada reward dan punishment sebagai kunci menentukan motivasi  siswa.
b.      Perspektif Humanistik
menekankan kepada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan kualitas positif seperti peka terhadap orang lain. Perspekti ini berkaitan erat dengan hirarki kebutuhan Abraham Maslow yaitu fisiologis, keamanan, cinta dan rasa memiliki, harga diri, aktualisasi diri.
c.       Perspektif Kognitif
Menurut perspektif kognitif pemikiran murid akan memandu motivasi mereka.
d.      Perspektif Sosial
Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman.
Motivasi untuk meraih sesuatu terdiri dari dua jenis, yaitu :              
1.      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan  motivasi yang berasal dari luar. Misalnya kita melakukan sesuatu karena memang ada peraturan yang harus dipatuhi terkait sesuatu tersebut. Motivasi ekstrinsik ini biasanya dipengarui oleh reward dan punishment.
2.      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Seseorang ingin melakukan sesuatu karena memang dia ingin melakukannya.

B.     Self Esteem
Self esteem is a feeling that always expresses itself in the way people act, that can be observed in what children do and how they do things (Harris Clemes). Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009), self esteem ialah penilaian seseorang tentang keberhargaan dirinya.

C.    Self efficacy
keyakinan seseorang bahwa ia bisa menguasai suatu situasi dan memproduksi hal positif (Santrock, 2010)

D.    Minat
Minat merupakan hal yang sudah ada dalam diri individu yang mengarahkan hal-hal yang ingin dilakukannya.

E.     Gifted Children
Anak berbakat (gifted) punya kecerdasan diatas rata-rata (biasanya punya IQ diatas 130) dan atau punya bakat ungggul di beberapa bidang, seperti seni, musik, atau matematika (Santrock, 2010).

F.     ANALISIS
Analisis dari kelompok kami adalah bagaimana sikap dari Rancchoddas "Rancho" Shyamaldas Chanchad (Aamir Khan). Rancho memiliki kedua faktor dalam dirinya Seperti kematangan perkembangan kognitif dan intelegensi, kematangan pribadi, emosi, dan sosial­­. Selain itu faktor-faktor eksternal juga memiliki peran penting dalam keberhasilan belajarnya seperti kondisi sosial ekonomi, dan lingkungan universitas yang mendukung. Dalam kuliah, Rancho dibiayai oleh orang tua angkatnya yang memiliki sosial ekonomi tinggi. Selain itu sekolah menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung prestasi Rancho di bidang teknik, seperti adanya asrama mahasiswa, laboratorium dan berbagai fasilitas lainnya.
Motivasi berkompetensi dalam diri Racho. Hal ini ditunjukkan motivasinya untuk menjadi mahasiswa yang terbaik di ICE.Motivasi yang dimiliki Rancho untuk kuliah di ICE adalah motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik ditunjukkan dari keinginan Rancho secara pribadi untuk masuk ke fakultas teknik karena menyukai segala hal tentang mesin dan teknik. Motivasi ekstrinsik adalah tuntutan dari majikannya untuk kuliah menggunakan nama anak majikan tersebut, dan menjadi sarjana teknik dengan nilai terbaik.
Rancho merupakan peserta didik yang memiliki self esteem tinggi. Ia percaya diri dalam bergaul di lingkungan kampusnya. Meskipun banyak orang lain yang kesal terhadap kekritisannya, tetapi ia tetap percaya diri dalam menjalani kehidupan. Self efficacy yang tinggi juga dimiliki oleh Rancho. Ia meyakini memiliki kemampuan dan memaksimalkan kemampuan tersebut. Hal tersebut terbukti saat wisuda ia mampu memaksimalkan kemampuannya dibidang teknik dan menjadi lulusan terbaik di ICE.

III.             Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Rancho merupakan mahasiswa Imperial Collage of Engineering (ICE).Rancho memiliki kemampuan kognitif yang sangat bagus. Dibuktikan dari kemampuan dalam mengikuti setiap pelajaran dan minatnya yang tinggi dibidang teknik. Selain itu, ia juga memiliki kemampuan sosial yang bagus. Ditunjukkan oleh kemampuannya yang tinggi, dan kedekatannya dengan peer-nya. Kemampuan sosial yang bagus ini menjadikan self esteem-nya ikut meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Papalia, Olds, & Feldman. 2009.Human Development 11th Edition. New York: McGraw-Hill
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan. Cetakan kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sumantri, S.M. (2015). Strategi pembelajaran: Teori dan praktik di tingkat
pendidikan dasar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Aritonang, T.K. (2008). Minat dan motivasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Jurnal pendidikan penabur,10,14.





Selasa, 10 November 2015

Review dan Analisis Film tentang Leadership

Ami Nur Dianah
Dinda Khairunissa
Khairunnisa Fadhilah 
Ni Komang Intan D.M 
Oktavia Sabiela 

REVIEW FILM DIVERGENT

Cerita dari film ‘Divergent’ sendiri adalah tentang dunia (dalam bentuk kota Chicago) di masa depan dimana umat manusia dibagi menjadi 5 (lima) faksi berdasarkan sifat alamiahnya yaitu Dauntless (The Brave), Amity (The Peacefull), Candor (The Honest), Erudith (The Intelligent) dan Abnegation (The Selfless). Namun tidak semua orang cocok dengan ke-5 faksi tersebut, ada orang-orang tertentu yang punya sifat lebih dari satu faksi. Mereka dinamakan Divergent. Masalahnya Divergent itu dianggap mengancam, berbahaya dan harus dimusnahkan. Dan ketika proses tes pemilihan faksi dilakukan, Beatrice Prior atau Tris (Shailene Woodley) menemukan dirinya adalah seorang Divergent.

Tris adalah seorang divergent, tetapi  ia memilih faksi dauntless atau pemberani. Tris mengetahui salah satu instrukturnya adalah seorang divergent juga yaitu  Four. Tris dan Four berusaha bertahan hidup di tengah persaingan antara faksi yang ingin menyingkirkan para divergent terutama menegakkan keadilan dari Erudite yang dipimpin oleh seorang jenius dan berbahaya, Jeanine Matthews. Ia mengusahakan faksinya menjadi faksi yang paling besar. Jeanine Matthews adalah wakil faksi Erudite. Ia membuat beberapa kebohongan tentang Faksi Abnegation. Taktik ini membuat orang meragukan Abnegation. ternyata ada semacam konspirasi antara Dauntless dan faksi Erudite yang dipimpin Jeaniene (Kate Winslet) buat ngehancurin Abnegation. Jeanine menciptakan sebuah serum atau cairan yang akan memungkinkan dia untuk mengontrol orang dan membunuh Abnegatio, karena ia tahu bahwa Divergent tidak akan terpengaruh dengan serum tersebut. Akhirnya ia membuat serum yang kedua, dimana akan diberikan kepada Four. Jeanine termotivasi melakukan ini karena ia tahu tentang kebenaran faksi dan tidak ingin kembali ke dunia, melainkan ia ingin tinggal di faksi Erudite dan dan mengontrol orang-orang sehingga tidak akan pernah meninggalkan kota dan ia sangat ingin faksinya sangat berhasil.

ANALISI FILM

Menurut analisis kami, film ini berkaitan dengan kepemimpinan yaitu teori sifat dan perilaku.
Dalam teori sifat menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramah tamahan, integritas, keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan, intelegensi, ketrampilan memimpin, dan kepercayaan.

Dalam film ini sangat menunjukan bahwa seorang pemimpin dari satu faksi harus kuat fisiknya untuk bertarung dengan faksi lain dan harus memiliki intelegensi, keterampilan, kepercayaan pada faksinya masing-masing, Tris di faksi dauntless harus berani dan kuat untuk mempertahankan faksinya.

Dalam teori perilaku harus memiliki sifat , yaitu :
-           Otoriter: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh pimpinan.
-          Demokratis: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan dan bawahan secara bersama-sama.
-          Kebebasan: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan diserahkan pada bawahan.


Dalam  film ini menunjukan bahwa instruktur Tris (Four) sangat otoriter kepada Tris agar ia bisa mempertahankan faksinya dan mengalahkan faksi lain, menunjukan juga sifat demokratis dan kebebasan . Teman-teman satu faksinya pun mempengaruhi agar Tris dapat menyelesaikan misinya untuk mempertahankan faksi dan memenangkan faksinya dan di film itu juga menunujukan kebebasan kita untuk memilih bekerjasama dengan faksi tersebut apa ia akan terbuang menjadi non faksi.

Selasa, 03 November 2015

LEADERSHIP

Kelompok Kamboja
Ami Nur Dianah
Dinda Khairunissa
Khairunnisa Fadhilah 
Ni Komang Intan D.M 
Oktavia Sabiela 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Dalam suatu organisasi atau dalam masyarakat pasti ada seseorang yang menjadi pemimpin untuk mengatur dan mengelola segala sesuatu yang memang diperlukan dalam sebuah organisasi. Bagaimana individu tersebut menjalani peranannya sebagai leader dalam organisasi tersebut. Peranan leader atau pemimpin, harus mempunyai kulifikasi jiwa kepemimpinan yang mampu mempengaruhi orang lain dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang berkaitan dengan tujuan terbentuknya sebuah organisasi tersebut. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi, yang dapat membuat orang lain mengerti maksud dan tujuannya serta dapat membuat orang lain berperilaku sesuai yang di butuhkan dalam suatu organisasi.

2.      Rumusan Masalah
1.      Definisi leadership atau kepemimpinan
2.      Model leadership atau kepemimpinan
3.      Fungsi leadership atau kepemimpinan




BAB II
A.    LANDASAN TEORI

1.      Definisi leadership atau kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Thoha dalam Sudarmiani (2009: 41) adalah : norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan mempengaruhi pola perilaku seorang pemimpin saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, dan cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya (Malawi, 2010: 55). Teori tentang gaya kepemimpinan ada tiga, yaitu:

Teori sifat (the trait theories)
Menurut Sutisna dalam Sudarmiani (2009: 42) teori sifat menunjuk pada sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau keramahan yang esensial pada kepemimpinan yang efektif. Teori ini menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: kekuatan fisik dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramah tamahan, integritas, keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan, intelegensi, ketrampilan memimpin, dan kepercayaan (Tead dalam Malawi, 2010: 56).

Teori perilaku (the behaviour theories)
Teori ini memfokuskan dan mengidentifikasikan perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain (pengikut). Berdasarkan teori perilaku, macam-macam gaya kepemimpinan yaitu:
a.       Studi kepemimpinan universitas IOWA yang dilakukan oleh Ronald Lippit dan K. White menghasilkan tiga gaya kepemimpinan yaitu:
-          Otoriter: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh pimpinan.
-          Demokratis: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan dan bawahan secara bersama-sama.
-          Kebebasan: kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan diserahkan pada bawahan.
b.      Studi OHIO
Ada empat gaya kepemimpinan berdasarkan pernyataan Hersey dan Blancard yaitu:
-          Telling: banyak memberi perintah tetapi sedikit memberi semangat.
-          Selling: banyak memberi perintah dan semangat.
-          Participating: sedikit memberi perintah tetapi banyak memberi semangat.
-          Delegating: sedikit memberi perintah dan semangat.
c.       Studi Michigan
Peneliti dari universitas Michigan menemukan dua macam gaya kepemimpinan yaitu:
-          The job-centered: berpusat pada pekerjaan yang sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja
-          The employee-centered: berpusat pada pegawai yang sangat menghargai pegawai, memperhatikan kesejahteraan, dan kesehatan pegawai.
d.      Manajerial grid (jaringan manajerial)
Penelitian ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan James S. Mouton yang menyatakan ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu:
-          Concern for production: perhatian pada produksi yang menekankan pada mutu keputusan, prosedur, kualitas pelayanan staff, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran.
-          Concern for people: perhatian pada orang yang menekankan perhatian untuk karyawannya.
e.       Sistem kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi yaitu berorientasi tugas dan berorientasi individu. Emapat sistem kepemimpinan menurut Likert adalah:
-          Sistem 1: pemimpin sangat otokratis. Memiliki sedikit kepercayaan pada bawahannya dan suka mengeksploitasi bawahan. Pemimpin juga sering memberi hukuman.
-          Sistem 2: pemimpin otokratis yang baik hati. Pemimpin mendengae pendapat dari bawahan, memotivasi dengan hadiah dan hukuman, tetapi bawahan masih merasa tidak bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
-          Sistem 3: pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin melakukan sedikit partisipasi sehingga bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
-          Sistem 4: pemimpin bergaya kelompok partisipatif. Pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan, mempersilahkan bawahan untuk menyampaikan ide-ide inovasi sehingga bawahan merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.

Teori Situasional
Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan berdasarkan teori situasional adalah:
a.       Teori kepemimpinan kontingensi
Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan Chemers yang menyatakan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin bukan hanya karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada dua gaya kepemimpinan menurut teori ini, yaitu:
-          Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas
-          Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan kemanusiaan
Tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yaitu:
1)      Hubungan antara pemimpin dengan anggota
2)      Variabel struktur tugas dalam situasi kerja. Tugas yang berstruktur adalah tugas yang memiliki prosedur berupa langkah-langkah untuk penyelesaian tugas itu telah tersedia.
3)      Variabel kekuasaan karena posisi pimpinan (Fattah, 2006: 96)
b.      Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin yang merumuskan empat kelompok gaya dasar kepemimpinan yaitu:
-          Separated: pemisah
-          Dedicated: pengabdi
-          Related: penghubung
-          Integrated: terpadu
c.       Teori kepemimpinan situasional
Konsep kepemimpinan situasional pertama kali dirumuskan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blancard yang merupakan pengembangan dari teori kepemimpinan tiga dimensi yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor yaitu peirlaku tugas, perilaku hubungan, dan kematangan. Gaya kepemimpinan berdasarkan teori ini yaitu:
Ø  Gaya mendikte (telling): diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas.
Ø  Gaya menjual (selling): diterapkan jika anak buah memiliki kemauan untuk melakukan tugas tapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai.
Ø  Gaya melibatkan diri (participating): diterapkan jika anak buah memiliki kemampuan tetapi kurang percaya diri.
Ø  Gaya kendali bebas (delegating): diterapkan jika anak buah memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas sehingga dapat diberikan tanggung jawab secara penuh.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:

Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.

Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
a.       Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
b.      Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
c.       Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
d.      Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
e.       Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.

Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.

Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.

Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.

2.    Model-Model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.

a.      Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). 
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970). 
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.

b.      Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.

Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

c.   Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).

Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

d.   Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada),participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership(menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

e.       Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.

3.      Fungsi-Fungsi leadership atau kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu:
1.      Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinya.
2.      Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.
Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
a.       Fungsi Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
b.      Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
c.       Fungsi Partisipasi.
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
d.      Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
e.       Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.









BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Pemimpin adalah orang yang mempunyai kendali dalam pengambilan keputusan suatu organisasi, pemimpin adalah dimana seseorang menggerakkan yang lain untuk berpikir dan berbuat sesuai yang diinginkan. Bagaimana pemimpin memanejemen atau mengatur segala proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Banyak pengertian dalam kepemimpinan yang dirumuskan dari hasil penelitian. Pada dasarnya untuk memilih gaya kepemimpinan dibutuhkan penyesuaian dengan situasi organisasi yang dipimpin.

Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers, New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row, New York.
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
Malawi, Ibadullah (dkk). 2010. Profesi Kependidikan. Madiun: IKIP PGRI Madiun.
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.