Kamis, 30 Juni 2016

#PSikoterapi Terapi Kelompok

Terapi kelompok

Konsep Dasar
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda.
Setiap manusia   memiliki problem yang berbeda-beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama  dalam menangani suatu pemecahan masalah.

Tujuan terapi


  1.  Meningkatkan identitas diri
  2. Menyalurkan emosi dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapi
  3.  Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
  4. Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
Teknik-teknik terapi

  1. Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
  2. Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya
  3.  Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
Menurut Yosep (2007), terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.

Terapi kelompok mirip dengan masalah-masalah yang ditangani oleh terapi individu seperti konseling. Yang membedakan dengan terapi individu adalah pendekatannya. Terapi kelompok tidak menggunakan pendekatan yang bersifat perseorangan, melainkan menggunakan kelompok sebagai media penyembuhan. Individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh terapis.
Oleh karena itu perlu diperhatikan mengenai komponen kelompok dalam terapi kelompok. Dalam Sari (2015) menyebutkan komponen tersebut antara lain:
a.       Struktur kelompok
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam elompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b.      Besar kelompok
Menurut Wartono (dalam Yosep, 2007), jumlah ideal anggota kelompok adalah tujuh sampai delapan orang. Jumlah minimum angota kelompok berkisar empat dan jumlah maksimun adalah sepuluh orang. terlalu kecil makan tidak cukup variasi informasi dan intreaksi yang terjadi.
c.       Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit untuk fungsi terapi reandah, dan 60-120 menit untuk fungsi kelompok yang tinggi. Frekuensi pertemuan dapat disesuaian dengan tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali per minggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d.      Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan mengalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberikan kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang trejadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetis, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan.
e.       Peran kelompok
Pemimpin (leader) harus memiliki kemammpuan dalam proses yang terjadi pada kelompok, seperti adanya interupsi, peningkatan intonasi suara, sikap menghakimi antara anggota kelompok selama interaksi berlangsung. Dengan kata lian, pemimpin harus peka terhadap adanya konflik yang mungkin terjadi di dalam kelompok.
f.       Kekuatan kelompok
Kekeuatan kelompok adalah kemampuan anggota dalam memmpengaruhi jalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
g.      Norma
Norma adalah standar perilaku dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pada pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma berguna untuk mngetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
h.      Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan antar anggota kelompok bekerjasama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi naggota kelompok untuk tertarik dan puas terhadap kelompoknya. Terapis perlu melakuakn upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, selain mengelompokan anggota yang memiliki masalah yang sama. Terapis juga menciptakan kekohesifan dengan cara mendorong kelompok untuk berbicara satu sama lain. Kekohesifan dapat diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.

Tujuan terapi kelompok
a.       Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
b.      Memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
c.       Merupakan proses menerima umpan balik.

Peran Terapis dalam Terapi Kelompok
a.       Mempersiapkan program terapi
b.      Sebagai leader dan co-leader
c.       Sebagai fasilitator
d.      Sebagai observer
e.       Mengatasi masalah yang timbul saat terapi
f.       Program antisipasi masalah

Teknik Terapi Kelompok
a.       Psikodrama
Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L. Moreno pada tahun 1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari psikodrama ini adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran, atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan/katarsis).
Metode psikodrama yang sangat Penting. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno, psikodrama menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa bebas mengungkapkan sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat. Ketika peran dimainkan, implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang dramatis menjadi jelas.
b.      Role playing (bermain peran)
Memainkan peran adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara (drama). Teknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, misalnya diruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan industri, dan pertemuan-pertemuan latihan (training).
c.       Encounter groups
Encounter groups adalah bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan humanistik pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu sama lainalam suatu situasi diaman di dorong untuk mengungkapkan perasaan secara terus terang. Encounter groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain.

Daftar Pustaka

Sari, L. T. (2015). Terapi kelompok terhadap perubahan sikap perlindungan diri dari IMS dana perilaku seksual pekerja seks komersial jalanan usia 15-18 tahun di Denpasar Bali. Tesis. (diakses pada tanggal 28 Juni 2016)

Umar, F. (2014). Behavioral konseling. Diperoleh dari: http://konselingkedamaianhati.blogspot.co.id/2014/12/behavioral konseling_17.html (diakses pada tanggal 28 Juni 2016)

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

#psikoterapi Terapi Keluarga

Sejarah Terapi keluarga

Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto,California. Penelitian ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :

  1.  The double bind (ikatan ganda), dalam terapi keluarga, munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap stabil
  2.   Family homeostasis (kestabikan keluarga), bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota keluarga bukan individual/perorangan.
Konsep Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).
Teori keluarga memiliki pandangan bahwa keluarga adalah fokus unit utama. Keluarga inti secara tradisional dipandang sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan darah dan ikatan hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu.
Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga yang mempunyai masalah.Khususnya, klien yang diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja yang mempunyai masalah makan. Sesegara mungkin, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada  pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).

Terapi dimulai dengan fokus pada masalah yang dialami pasien dalam keluarga dan kemudian anggota keluarga menyampaikan/memberikan kontribusi masing-masing. Terapis bertugas untuk mendorong seluruh anggota keluarga untuk mau terasa terlibat dalam masalah yang ada bersama-sama.
Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :
1.      Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga
2.      ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3.      konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

Unsur – Unsur Terapi Keluarga
Pertama adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan. Jadi, tidak ada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah lain; perilaku tiap anggota tergantung pada perbedaan tingkat antara satu dengan yang lainnya.
Prinsip kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti  sebagai pola integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.
Prinsip ketiga adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.

Tujuan Terapi Keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi.

Pendekatan Terapi Keluarga
1.      Network therapy
Secara  logika,  terapi  keluarga  adalah  perluasan  dari  simultan  dengan semua  yang  tersedia  dari system  kekeluargaan,  teman,  dan  tetangga serta  siapa  saja  yang  berkepentingan  untuk  memupuk rasa  kekeluargaan   ( Speck and Attneave, 1971).

2.  Multiple-impact therapy
Multiple-impact  therapy  biasanya  dapat  membantu  remaja pada  saat  mengalami  krisis  situasi  ( MacGregor et al.,1964 ).  Tujuan dari terapi adalah untuk reorganisasi sistem keluarga sehingga dapat terhindar dari malfungsi. Diharapkan sistem keluarga menjadi lebih terbuka dan adaptif, untuk itu terus dilakukan followup.

3.  Multiple- family and multiple- couple group therapy
Masa  kegiatan  kelompok  keluarga  selanjutnya  menimbulkan  suatu  keadaan  yang  biasa  untuk membantu  masalah  emosional ( e.g., Laqueur, 1972 ). Model  ini,  partisipan  tidak  dapat  memeriksa  satu persatu  dengan  mentransaksi  keluarga  kecil  mereka  tetapi  mengalami  simultan  mengenai  masalah ekspresi  oleh  keluarga  dan  pasangan  suami  istri. Dengan  demikian,  terapi  kelompok  ini  dapat menunjang  pemikiran  pada  pasangan  suami  istri.



DAFTAR PUSTAKA

Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael J. 1976.Family Teraphy ( A systematic Intregation). Adivision of  Simon & Schester, Inc. Needham Height; Massachusetts.

Korchin, Sheldon J. 1976.Modern Clinical Psychology. Basic Books, Inc. Publishers: New York.

Nietzel, Michael. 1998. Introduction To Clinical Psychology. Simon & Schuster /  Aviacom Company. UpperSaddle River: New Jersey.


Minggu, 03 April 2016

#PSIKOTERAPI BEHAVIOR THERAPY

Sejarah Behavior Therapy

Behaviour Therapy and Beyond (1971) merupakan salah satu buku dari buku-buku awal Lazarus yang membicarakan terapi behavioral-kognitif, yang secara berturut-turut menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan multidimensional therapy (terapi multi sarana).

Ciri-ciri konseling behavioral 

Thoresen (Shertzer & Stone, 1980) sebagaimana dikutip oleh Surya (2003), memberi ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut:

  1.  Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
  2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedurprosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan merubah lingkungan.
  3. Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
  4. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus klien diluar wawancara konseling.
  5. Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.

Peranan terapis dalam konseling

  1. Mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif
  2. Menyediakan sarana untuk mencapai sasaran klien, dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum

Teknik dan Prosedur Terapi 

Salah satu sumbangan terapi tingkah laku adalah pengembangan prosedur-prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki melalui metode ilmiah. Dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi. Teknik-teknik ini bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan banyak diantaranya yang bisa dimasukkan ke dalam praktek psikoterapi yang berlandaskan model-model lain. Teknik-teknik spesifik yang akan diuraikan di bawah ini bisa diterapkan pada terapi dan konseling individual maupun kelompok.

Metode Konseling Behavioral
(1)   Operant Learning, 
penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki. Dalam menerapkan penguatan ini ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) penguatan yang di terapkan hendaknya memiliki cukup kemungkinan untuk mendorong klien, (2) penguatan hendaknya dilaksanakan secara sistematis, (3) konselor harus mengetahui kapan dan bagaimana memberikan penguatan, dan (4) konselor harus dapat merancang perilaku yang memerlukan penguatan
(2)Cognitive Learning,
Merupakan metode pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien, dan bermain peranan. Metode ini lebih menekankan pada aspek perubahan kognitif klien dalam upaya membentu klien dalam memecahkan masalahnya.

 (3) Emotional learning.
Metode ini diterapkan untuk individu yang mengalami kecemasan, melalui penciptaan situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama dengan situasi rangsangan yang menimbulkan kesenangan, sehingga secara berangsur kecemasan tersebut berkurang dan akhirnya dapat dihilangkan.

Daftar Pustaka

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi.    Bandung: PT. Refika Aditama.

Gunarsa, Singgih. D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Surya, M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.



Rabu, 30 Maret 2016

#PSIKOTERAPI CLIENT CENTERED THERAPY

Pengertian Client- Centered


Carl R. Rogers mengembangkan terapi clien centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.

Tujuan Terapi Client- Centered

Tujuan dasar dari layanan client centered yaitu sebagai
berikut:
1. Keterbukaan kepada pengalaman
2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri
3. Tempat evaluasi internal
4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses

Proses Konseling
1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami
kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri tidak baik.
2. Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh
bantuan, jawaban atas permasalahan yang hsedang dialami, dan
menemukan jalan atas kesulitan- kesulitannya.
3. Pada awal konseling klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaannya
yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor
secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam.
4. Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku, membuka diri
terhadap pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang dan
lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkaln pengalaman yang
dialaminya.

Teknik terapi Client- Centered

a) Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang
merealisasikan segala kondisi.
b) Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang
menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c) Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh
perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan
mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan
perilakunya.

Daftar Pustaka

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika Aditama, 2009), h.91

Prayitno dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan Konseling ( Jakarta: PT Asdi
Mahasatya, 2004) h. 300


WS. Winkel, Bimbingan dan Konseling (Yogyakarta : PT Grasindo, 2007), h.402

Selasa, 22 Maret 2016

#PSIKOTERAPI HOLISTIK


PENGERTIAN TERAPI HOLISTIK


            Integrative Therapy atau Holistic Therapy, yaitu suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan. Seperti seorang klien yang mengalami komplikasi gangguan psikologis yang mana tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja. Oleh karena itu, digunakan beberapa metode psikoterapi dan beberapa pendekatan sekaligus

Holistic terapy adalah (current Trend of Person Centered). Menunjukkan kepada kecendrungan mutakhir konseling atau psikoterapy berpusat pada pribadi untuk berpandangan lebih bebas mengenai manusia, upaya pemahaman dimensi sosial dan komunikasi pemikiran, tingkah laku.

Person-centered therapy dikembangkan terutama oleh Carl Rogers, terapi yang bepusat pada orang atau klien ini di dasari pada kepercayaan bahwa klien memiliki kemampuan untuk maju dan membatasi permasalahan-permasalahannya. Secara konstruktif, jika terdapat kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya pertumbuhan.
Kepercayaan terhadap kapasitas klien untuk mengembangkan dirinya sendiri bertolak belakang dengan banyak teori yang memandang bahwa tehnik terapy merupakan faktor yang menentukan dalam proses perkembangan klien.

ATRIBUT TERAPIS

Menurut rogers, terdapat 3 atribut terapis yang diperlukan agar tercipta iklim yang mendorong pertumbuhan individual:
1.      Kongruensi atau kesejatian diri terapis
2.      Penerimaan positif yang tidak bersyarat
3.      Empati yang akurat

Menurut Rogers apabila terapis mengkomunikasikan atribut-atribut tersebut. Maka klien akan menurunkan tingkat pertahanan dirinya lebih terbuka terhadap diri dan dunia di sekelilingnya dan akan menunjukkan perilaku yang konstruktif dan pro sosial. Tujuan konseling adalah untuk membebaskan klien dari pandangan dirinya yang mengekang dan menciptakan kondisi sehingga klien mampu untuk terlibat dalam pencaharian diri yang lebih bermakna.

Kecendrungan yang merealisasikan diri (Actualiting Tendency) merupakan proses kearah tertentu sehingga terciptanya pemenuhan diri, antonomi, self determination dan kesempurnaan.
Dorongan untuk tumbuh yang berasal dari dalam diri merupakan kekuatan internal untuk penyembuhan diri bersama-sama dengan faktor-faktor lingkungan interdependensi dan sosialisasi. Karena adanya kapasitas inheren untuk mengatasi maladjustment.

TUJUAN TERAPI

Yang berpusat pada orang adalah mempertinggi pusat independensi dan integrasi dari individu. Focus terapy adalah pada orang bukan pada  masalah yang sedang dihadapi orang tersebut.
Rogers percaya bahwa tujuan terapy bukanlah untuk memecahkan masalah tertentu, namun untuk membantu klien dalam menjalani proses pertumbuhan sehingga klien dapat menghadapi masalah yang sedang dihadapi maupun permasalahan dimasa depan. 
Dengan demikian, terapy bertujuan untuk memberikan lingkungan yang kondusif untuk membantu seseorang berfungsi secara penuh.
Sebelum seorang klien mampu untuk mengejar tujuan tertentu, kien harus melepaskan topeng yang mereka pakai yang tercipta dan berkembang melalui proses sosialisasi. Klien kemudian akan mengenali bahwa ia telah kehilangan kontak dengan dirinya sendiri.

 Rogers menggambarkan bahwa seseorang yang aktualisasi dirinya meningkat akan menunjukkan sikap :
a.       Terbuka terhadap pengalaman
b.      Percaya terhadap diri mereka sendiri
c.       Mampu untuk melakukan evalusi internal
d.      Memiliki keinginan untuk terus menerus tumbuh

Secara sosial holistik perkembangan sebagai proses holistik yaitu perkembangan terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu melainakn keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lain. 3 Proses perkembangan individu:
1.      Proses biologi
2.      Proses kognitif
3.      Proses psikososial

DAFTAR PUSTAKA


Mewangi IR, Melly I, Wahyu F.D, 2005, Pendidikan Holistik, Cimanggis, Indonesia.

Rabu, 16 Maret 2016

#PSIKOTERAPI TRANSPERSONAL

SEJARAH  PSIKOTERAPI  TRANSPERSONAL

Psikoterapi transpersonal telah diketahui sejak 2200 SM, dari dokumen budaya Mesir Kuno  yang berisi dialog antara orang yang mau bunuh diri dengan Soulnya. Sebelum istilah Psikoterapi transpersonal muncul dan diteliti oleh para ilmuan, psikoterapi transpersonal  berawal dari pengalaman transpersonal dan psikologi transpersonal.  Pengalaman transpersonal dapat didefinisikan sebagai pengalaman identitas diri yang melewati individu atau pribadi untuk mencakup aspek yang lebih luas dari kemanusiaan, kehidupan, jiwa dan kosmos (Boorstein, 1996). Sedangkan Psikologi transpersonal adalah wilayah psikologi yang memfokuskan pada kajian terhadap pengalaman transpersonal dan fenomena yang berkaitan.

PENGERTIAN  PSIKOTERAPI  TRANSPERSONAL

Menurut Frances Vaughan,  psikoterapi transpersonal adalah setiap manusia memiliki gerakan untuk pertumbuhan spiritual, kapasitas untuk belajar dan tumbuh sepanjang hidup, dan proses ini dapat difasilitasi oleh psikoterapi.
Sedangkan,  menurut Rowan (dalam Prabowo, 2007) psikoterapi adalah tentang keberanian seseorang untuk membuka apa yang di dalam dirinya.
Metode-metode spiritual juga sebagai cara memberanikan diri membuka apa yang di dalam diri. Oleh karena itu, psikoterapi berarti juga merupakan latihan spiritual. Rowan juga mengatakan psikoterapi adalah sebuah jembatan yang menghubungkan dengan spiritualitas. Dengan kata lain, psikoterapi transpersonal adalah jembatan yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikoterapi/Konseling transpersonal bukanlah sebuah mazhab dengan identitas terpisah, namun merupakan suatu dimensi dari semua konseling/psikoterapi, yang dapat diindahkan atau diabaikan
Psikoterapi transpersonal tidak mengabaikan tujuan terapi tradisional, namun sebenarnya menambahkannya dengan tujuan seperti mendisidentifikasikan atau mentransendensikan proses-proses dalam psikodinamika

Menurut Davis, 2005 (dalam Prabowo, 2007) Psikoterapi transpersonal berhadapan dengan permasalahan psikologis dengan cakupan yang luas dan penggunaan teknik-teknik yang luas pula, di antaranya adalah modifikasi perilaku, restrukturisasi kognitif, praktek Gestalt, psikodinamika, dream-work, terapi musik dan seni, serta meditasi.

OBYEK KAJIAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL

Noesjirwan (dalam Mujidin, 2005)  menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :

1. Keadaan –keadaan kesadaran
2. Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
3. Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
4. Transendensi dan
5. Spiritual

DAFTAR PUSTAKA

Mujidin. (2005). Garis besar psikologi transpersonal: pandangan tentang manusia dan metode penggalian transpersonal serta aplikasinya dalam dunia pendidikan. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Humanitas: Indonesian Psychological. 2(1) 54-64


Prabowo, H. (2007). Mengembangkan model psikoterapi transpersonal. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Proceeding PESAT. 2 (0)

Selasa, 12 Januari 2016

Review Jurnal Kepuasan Kerja

Judul Jurnal     :  PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN OUTSOURCING PADA
Nama Penulis  : Fauzan Muttaqien (STIE Widya Gama Lumajang)

KELOMPOK KAMBOJA 

        LATAR BELAKANG 


      Kepuasan kerja merupakan sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasaan kerja (Robbins, 1994:417). Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepusan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, kepuasan kerja adalah bagian kepuasaan hidup (Wether dan Davis, 1982:42).
Moh. As’ad (1980:109) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja dapat digolongkan menurut: (1) Faktor Individual; umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan. (2) Faktor Hubungan Antar Karyawan; hubungan antara manajer dan karyawan, hubungan sosial diantara sesama karyawan, sugesti dari teman sekerja, faktor fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja. (3) Faktor Eksternal; keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan

TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh signifikan antara kepemimpinan dan kompensasi secara simultan maupun parsial terhadap kepuasan kerja karyawan outsourcing, untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak.

  METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat penjelasan (explanatory) atas respon populasi pegawai Outsourcing pada PT. BRI (Persero), tbk. Cabang Lumajang sebanyak 72 (tujuh puluh dua) orang yang diwakili oleh 42 (empat puluh dua) responden dari berbagai posisi tugas sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif dan hubungan-hubungan antara variable sosiologis maupun psikologis (Sugiyono, 2003:3). Sumber data yang digunakan adalah data Internal berasal dari subyek, obyek dan lokasi penelitian yaitu (karyawan outsourcing, variabel-variabel terkait dan dokumen PT BRI (Persero),
Jenis data yang digunakan adalah data primer melalui distribusi kuisioner dan wawancara, dan data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi tentang gambaran PT. BRI secara umum maupun PT. BRI (Persero), tbk.

KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh uraian yang disajikan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan Kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai outsourcing PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), tbk. Cabang Lumajang secara simultan. Hal ini berarti secara bersama-sama kepemimpinan dan Kompensasi sangat berpengaruh dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja pegawai outsourcing PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), tbk. Cabang Lumajang.

    DAFTAR PUSTAKA

http://stiewidyagamalumajang.ac.id/journal/index.php/JPWIGA/article/viewFile/48/102

Senin, 04 Januari 2016

Review Jurnal Job Enrichment

Review Jurnal Job Enrichment
Kelompok Kamboja
Ami NurDianah
DindaKhairunissa
KhairunnisaFadhilah
Ni KomangIntan D.M
Oktavia Sabiela

Judul Jurnal : The JOB ENRICHMENT CAUSES HIGH LEVEL OF EMPLOYEE COMMITMENT DURING THE PERFORMANCE OF THEIR
Nama Penulis  : M Khyzer Bin Dost, Zia-ur-Rehman (PAKISTAN)


A.      Latar Belakang

Melibatkan pekerjauntuk mengelola fungsi jajaran yang lebih tinggi disebut Job Enrichment atau pengayaan pekerjaan. Di sisi lain pekerjaan semakin besar dan memungkinkan pekerja untuk melakukan lebih banyak tugas dengan memiliki posisi yang sama. Job Enrichment atau pengayaan pekerjaan juga meningkatkan aktualisasi diri, kontrol diri dan harga diri para pekerja. Hal yang mengarah ke keberhasilan kinerja karyawan (Vroom, 1964; Swinth, 1971).
Rencana pengayaan kerja harus dikelola untuk memastikan bahwa  karyawan berpatisipasi dalam keputusan operasional. Karyawan harus diberdayakan untuk membuat mereka mampu mencapai tujuan organisasi dalam waktu jatuh tempo. Karyawan harus diaktifkan dalam cara tersebut sehingga mereka dapat mengevaluasi kinerja mereka sendiri sendiri tanpa keterlibatan orang lain dan otoritas tingkat yang lebih tinggi dari perusahaan. Juga karyawan harus dibuat mampu mengevaluasi dan kemudian mengelola kinerja mereka sesuai menurut cara mereka sendiri dan standar mereka sendiri.

B.     Tujuan

·         Untuk menemukan bahwa apakah adanya hubungan antara pengayaan kerja dan komitmen karyawan. Pengayaan pekerjaan memiliki begitu banyak efek pada tingkat komitmen karyawan
·         Untuk memeriksa bahwa bagaimana dampak pengayaan pekerjaan pada komitmen karyawan di kedua organisasi sektor publik dan swasta melalui kepuasan karyawan.
·         Perusahaan-perusahaan dapat meningkatkan produktivitas mereka dengan cara meningkatkan komitmen karyawan melalui memperkaya pekerjaan mereka.

C. Metodologi
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur dampak pekerjaan pengayaan pada komitmen karyawan. Kuesioner ini kemudian dianalisis melalui software SPSS.

·         SAMPLING:

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari karyawan sektor publik dan swasta dari Lahore, Rawalpindi, Faisalabad dan Islamabad. Total 400 responden didekati untuk pengumpulan data. Dari ini 400 responden, 396 yang menjawab dengan benar dan 4 kuesioner dibuang. Jadi ukuran total sampel penelitian kami adalah 396 karyawan di organisasi publik dan swasta. Karyawan responden berasal dari departemen yang berbeda terkait dengan Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, Audit & Akuntansi dan Departemen Teknis.

·         ANALISI DATA:

Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang kemudian dimasukkan dalam statistik Paket untuk Ilmu Sosial (SPSS).

D.    KESIMPULAN

Diefek pengayaan pekerjaan pada komitmen karyawan saat diperiksa. Menunjukkan bahwa ada tingkat saling ketergantungan moderat antara Komitmen Karyawan dan Job Enrichment. Di sini, Cochran nilai Q adalah 1745.426 yang lebih besar dari nol atau kita dapat mengatakan bahwa itu adalah non-nol. Dengan demikian Job Enrichment memiliki efek moderat komitmen karyawan dalam sebuah organisasi. Jadi kita akan menolak hipotesis nol dan menerima hipotesis alternatif.

E.     Daftar Pustaka

http://www.arabianjbmr.com/pdfs/OM_VOL_1_(9)/10.pdf